Translate

Kamis, 26 Februari 2015

Si Teteh

Cekot-cekot itu adalah saat hidup lagi tenang, stabil, tiba-tiba si Teteh (Asisten Rumah Tangga) minta ijin mau menikah. Di satu sisi saya turut bahagia, tapi di sisi lain sedih juga. Apalagi untuk mencari ART di jaman sekarang ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Ditambah lagi teteh yang sekarang ini bisa dibilang paling baik dan bagus sepanjang saya punya “rewang”. Jago beres-beres, rajin dan yang paling penting pinter “nyratenin” anak-anak, jadi teman yang baik buat anak-anak di rumah.

Mungkin bagi temen-teman yang FTM (Full Time Mom) tidak terlalu bermasalah dengan tidak adanya ART, tapi untuk saya yang ibu rumah tangga dan bekerja, kehadiran teteh ini bisa dibilang sebagai mitra/partner penstabil rumah tangga. Mungkin memang dia tidak wajib ada seperti layaknya “emulsifier” pada proses pembuatan kue, tapi dengan keberadannya, banyak sekali hal yang sangat terbantu.

Saya termasuk yang jarang sekali ganti ART. Biasanya mereka “ikut” saya lebih dari setahun, bahkan ada yang sampai 5 tahun, Rata-rata alasan berhenti bekerja karena menikah. Mereka sudah jadi bagian dari keluarga kecil kami. Tidak ada gading yang tak retak, begitupun ART, tidak ada yang sempurna. Biasanya saya masih toleransi kalau kerjaan mereka kurang rapi, kurang bersih atau kurang rajin, selama masih bisa diberi tau untuk diperbaiki, yang penting bisa jadi teman yang baik untuk anak-anak di rumah. Membantu membuat anak-anak nyaman di rumah selama ditinggal orang tua.

Senyum malaikat-malaikatku
Fenomena ART ini termasuk fenomena unik yang tidak ada habisnya untuk dibahas. Untuk ibu yang bekerja seperti saya, sebenarnya ada beberapa alternatif yang dapat di ambil :
  • Menitipkan anak ke tempat penitipan anak, biasanya berlaku untuk bayi sampai balita. Untuk point ini tidak saya pilih, karena suami maunya ada ART yang stand by di rumah, jadi ketika kita pergi, kondisi rumah tidak dalam keadaan kosong. Karena sekarang anak-anak saya sudah sekolah, saya pilihkan sekolah yang full day, jadi waktu lebih banyak dihabiskan di sekolah.
  • Menitipkan anak ke orang tua atau mertua. Menurut saya, pilihan ini yang paling ideal, karena anak selalu dalam pengasuhan dan pengawasan eyangnya. Walaupun kadang banyak juga konflik karena perbedaan pola asuh dulu dan sekarang. Untuk pilihan ini tidak saya pilih juga karena baik ortu maupun mertua tempat tinggalnya jauh, hiks...
  • Menitipkan ke ART dan ini yang jadi pilihan saya dengan segala plus dan minusnya. Dan tidak lupa selalu pasrah dan menitipkan semuanya pada yang punya kehidupan, Gusti Alloh yang Maha Penyayang.

Jangan lupa, ART itu hanya berperan sebagai mitra saja, jadi tetap tugas dan tanggung jawab mengurus keluarga ada di tangan kita. Menjadi Istri, ibu, guru, manager keuangan, koki, tukang ojeg, tempat konseling dan sederet jabatan-jabatan lain yang luar biasa mulia, dan pekerjaan lain di kantor maupun di masyarakat.

Begitulah peran ibu yang multi fungsi. Semoga Gusti Alloh selalu memberi kesehatan kepada seluruh ibu di dunia ini dalam menjalani tugas mulianya.


Lets try to be a better mom...

Selasa, 10 Februari 2015

Smart Parents for Healthy Children

Menjadi orang tua adalah “profesi” seumur hidup dan sepanjang masa. Tidak ada sekolahnya untuk profesi orang tau maupun calon orang tua. Yang bisa kita lakukan hanyalah belajar dan terus belajar dan berusaha menjadi orang tua yang baik.

Karena waktu berjalan maju dan tidak pernah mundur maupun kembali, dan hidup bukanlah film atau teater. Tidak ada latihan dan tidak ada pengulangan apabila terjadi kesalahan.

Dulu, sebagai orang tua baru, saya pernah mengalami rasa takut, khawatir dan nervous saat menghadapi anak yang sakit, tantrum dan sebagainya. Kita semua paham, anak apalagi di usianya yang masih balita biasanya cukup rentan dengan berbagai gangguan dan penyakit ”langganan” anak.

Saat itu sebagai orang tua yang masih belajar, saya hanya bisa berusaha mencari tau penanganan kesehatan anak yang menurut saya paling sreg dan rasional. Bergabung dengan milist parenting salah satunya.

Banyak ilmu dan pengalaman yang kadang tidak tertulis di buku manapun dan sangat bermanfaat dari hasil diskusi bersama para smart parents

Ada satu buku yang bisa dibilang saya pergunakan sebagai panduan (primbon) saat terjadi keluhan kesehatan pada anak-anak.

“Smart Parents for Healthy Children”


Buku ini berisi Tanya jawab tentang penyakit langganan anak, diskusi tentang apa dan bagaimana menanganinya secara rasional dan dibimbing langsung oleh dokter Purnamawati, SpAK, MMPed








Saya akan meresensikan isinya di artikel selanjutnya.

Dari buku ini sedikit banyak saya belajar untuk selalu tenang dan tidak panic saat anak-anak sakit. Karena kebanyakan penyakit langganan anak seperti Demam, batuk pilek, kelainan kulit dan lainnya disebabkan oleh virus dan obat yang paling manjur adalah meningkatkan daya tahan tubuh si anak sendiri. Jadi tanpa menggempurnya dengan segala obat maupun anti biotik yang belum tentu menyembuhkan.


Pada akhirnya, kita tidak pernah bisa menjamin anak yang kita besarkan bisa “sempurna” Namun dengan pengalaman, ilmu dan kasih sayang yang kita berikan, kita dapat mengantarkan mereka ke gerbang kehidupan nyata dan luas tanpa dipenuhi rasa takut dan khawatir.

Senin, 09 Februari 2015

Cukup itu Berkah

Sering kali kita merasa kurang dengan segala yang kita punya, kadang kala kita masih merasa belum cukup dengan semua yang kita miliki.

Begitu banyak manusia yang berhasil melewati ujian dari Tuhan dengan ketidak punyaannya, dengan sedikitnya harta benda yang mereka miliki, namun tak banyak manusia yang berhasil melewati ujian keberadaan, kekayaan dan segala yang dia miliki di dunia. Harta benda, anak-anak, menjadikan mereka lupa diri dengan apa yang seharusnya dicari.

Lalu apa yang seharusnya kita cari??
Kecukupan, dan cukup itu sendiri relatif untuk tiap orang.
Bersyukur dengan yang sudah dimiliki
Berbahagia dengan segala yang sudah dianugerahi
Cukup itu berkah...

Harta yang sebenarnya bukanlah harta yang kita miliki, kekayaan yang sebenarnya adalah harta yang bermanfaat bagi orang lain.

Cabe depan rumah

Bukan cabe-cabean


Percaya atau tidak, saya pernah menanam cabe di taman depan rumah, saking lebatnya buahnya, setiap hari ada saja tetangga yang ikut menikmati hasilnya, entah memetik untuk buat indomie, buat makan gorengan, nyayur dan lain-lainnya. Selama 2 tahun cabe itu berbuah dan tidak pernah berhenti. Mungkin itulah yang dinamakan berkah.
Karena bukan saya sendiri yang menikmatinya, karena begitu banyak tetangga yang ikut menikmati hasilnya, Alloh memberikan hasil yang berlimpah dan tiada henti.

Begitupun dengan nikmat Alloh, makin kita bersyukur, maka Alloh akan selalu dan terus menambahkan nikmat-Nya kepada kita. Kita harus percaya, Alloh akan memberikan rejeki dan arah yang tidak disangka-sangka.

Saat ini apabila rejeki kita masih bisa diprediksi dengan pasti berapa jumlahnya, mungkin kita masih kurang bersyukur, mungkin kita masih belum berbagi dan berbuat baik kepada orang lain. Karena hakikatnya apa yang kita berikan tidak akan membuat berkurang, tapi akan melipat gandakannya, sesuai dengan janji Alloh.


Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan???

Catatan Pagi yang dingin... 

Jumat, 06 Februari 2015

Anak Pantai

Hari itu, kami menikmati sunrise di Pantai Kuta, bersyukur kantor suami mengadakan Family Gathering di Bali pas liburan sekolah. Lumayan, liburan gratis...

Letak hotel yang cukup strategis di pinggir pantai Kuta, hanya 20 meter dari hotel menuju Pantai.
Pagi itu masih banyak nelayan yang baru pulang melaut.
Senang sekali bisa menyaksikan pemandangan yang luar biasa ini.

Bangun pagi sudah ke pantai, bangun pagi sudah main pasir dan air laut.
Soo what??
Ini Bali bung…!!!
Pemandangan laksana Surganya Indonesia

 
Papah

Me n Abil

Me, Abil dan Mas Hanan